Pada zaman Rasulullah
Muhammad saw, ada seorang pemuda bernama Uwais Al-Qarni yang tinggal di negeri
Yaman. Uwais Al-Qarni merupakan seorang fakir dan yatim. Ia
hidup bersama ibunya yang lumpuh dan buta. Uwais Al-Qarni yang bekerja sebagai
penggembala domba hanya cukup untuk makan ibunya dari hasil usahanya. Bila
ada kelebihan, terkadang ia pergunakan untuk membantu tetangganya yang hidup
miskin. Uwais Al-Qarni dikenal sebagai anak yang taat beribadah dan patuh pada
ibunya.
Menggendong Ibunya Naik Haji
Uwais senantiasa merawat
dan memenuhi semua permintaan Ibunya. Hanya satu permintaan yang sulit ia
kabulkan.
"Anakku, mungkin Ibu tak lama lagi akan bersama dengan kamu,
ikhtiarkan agar Ibu dapat mengerjakan haji"
pinta Ibunya. Uwais tercenung, perjalanan ke Mekkah sangatlah jauh melewati
padang pasir tandus yang panas. Orang-orang biasanya menggunakan unta dan
membawa banyak perbekalan. Namun Uwais sangat miskin dan tak memiliki
kendaraan.
Uwais terus berpikir
mencari jalan keluar. Kemudian, dibelilah seeokar anak lembu, Kira-kira untuk
apa anak lembu itu? Tidak mungkinkan pergi Haji naik lembu. Olala, ternyata
Uwais membuatkan kandang di puncak bukit. Setiap pagi beliau bolak balik
menggendong anak lembu itu naik turun bukit. "Uwais gila.. Uwais gila..."
kata orang-orang. Yah, kelakuan Uwais memang sungguh aneh.
Tak pernah ada hari yang
terlewatkan ia menggendong lembu naik turun bukit. Makin hari anak lembu itu
makin besar, dan makin besar tenaga yang diperlukan Uwais. Tetapi karena
latihan tiap hari, anak lembu yang membesar itu tak terasa lagi.
Setelah 8 bulan berlalu,
sampailah musim Haji. Lembu Uwais telah mencapai 100 kg, begitu juga dengan
otot Uwais yang makin membesar. Ia menjadi kuat mengangkat barang. Tahulah
sekarang orang-orang apa maksud Uwais menggendong lembu setiap hari. Ternyata
ia latihan untuk menggendong Ibunya.
Uwais menggendong ibunya
berjalan kaki dari Yaman ke Mekkah! Subhanallah, alangkah besar cinta Uwais
pada ibunya. Ia rela menempuh perjalanan jauh dan sulit, demi memenuhi keinginan
ibunya.
Uwais berjalan tegap
menggendong ibunya tawaf di Ka'bah. Ibunya terharu dan bercucuran air mata
telah melihat Baitullah. Di hadapan Ka'bah, ibu dan anak itu berdoa. "Ya
Allah, ampuni semua dosa ibu," kata Uwais. "Bagaimana dengan dosamu?"
tanya ibunya heran. Uwais menjawab, "Dengan terampunnya dosa Ibu, maka Ibu
akan masuk surga. Cukuplah ridho dari Ibu yang akan membawa aku ke surga."
Uwais Al-Qarni ingin Bertemu Rasulullah Saw.
Alangkah sedihnya hati
Uwais Al-Qarni setiap melihat tetangganya sering bertemu dengan Nabi Muhammad
Saw., sedangkan ia sendiri belum pernah berjumpa dengan Rasulullah. Suatu
ketika Uwais Al-Qarni mendengar bahwa Nabi Muhammad giginya patah
karena dilempari batu oleh musuhnya, Uwais Al-Qarni segera menggetok giginya
dengan batu hingga patah. Hal ini dilakukannya sebagai ungkapan rasa cintanya
kepada Nabi Muhammmad saw. sekalipun ia belum pernah bertemu dengan Nabi.
Kerinduan Uwais Al-Qarni
untuk menemui Rasulullah saw. makin dalam. Hatinya selalu bertanya-tanya,
kapankah ia dapat bertemu Nabi Muhammad saw. dan memandang wajah beliau dari
dekat? Ia juga rindu mendengar suara Nabi saw., kerinduan karena iman.
Pada suatu hari Uwais
Al-Qarni datang mendekati ibunya, mengeluarkan isi hatinya dan mohon izin
kepada ibunya agar ia diperkenankan pergi menemui Rasulullah di Madinah. Ibu
Uwais Al-Qarni sangat terharu ketika mendengar permohonan anaknya. Ia memaklumi
perasaan Uwais Al-Qarni seraya berkata, “Pergilah wahai Uwais, anakku! Temuilah
Nabi di rumahnya. Dan jika telah berjumpa dengan Nabi, segeralah engkau kembali
pulang.”
Betapa gembira mendengar
ijin yang diberikan ibunya itu. Segera ia berkemas untuk berangkat dan berpesan
kepada tetangganya agar dapat menemani ibunya selama ia pergi. Sesudah
berpamitan sembari mencium ibunya, berangkatlah Uwais Al-Qarni menuju Madinah
untuk menemui Rasulullah Saw..
Setelah ia menemukan rumah
Nabi, diketuknya pintu rumah itu sambil mengucapkan salam, keluarlah seseorang
seraya membalas salamnya. Segera saja Uwais Al-Qarni menanyakan Nabi saw. yang
ingin dijumpainya. Namun ternyata saat itu Nabi tidak berada di rumahnya,
beliau sedang berada di medan pertempuran. Uwais Al-Qarni hanya dapat bertemu
dengan Siti Aisyah ra., istri Nabi saw. Betapa kecewanya hati Uwais. Dari jauh
ia datang untuk berjumpa langsung dengan Nabi saw., tetapi Nabi saw. gagal
dijumpainya.
Dalam hati Uwais bergolak
perasaan ingin menunggu sampai bertemu dengan Nabi, sementara ia ingat pesan
ibunya agar ia cepat pulang ke Yaman. Akhirnya, karena ketaatannya kepada
ibunya, pesan ibunya mengalahkan suara hati dan kemauan kuatnya untuk menunggu
dan berjumpa dengan Nabi saw.
Setelah Nabi pulang dari
medan pertempuran. Sesampainya di rumah, Nabi saw. menanyakan kepada Siti
Aisyah ra. tentang orang yang mencarinya. Siti Aisyah ra., menjelaskan bahwa
memang benar ada yang mencarinya, tetapi karena lama menunggu, orang itu segera
pulang kembali ke Yaman karena ibunya di rumah sudah tua dan sakit-sakitan
sehingga ia tidak dapat meninggalkan ibunya terlalu lama. Nabi Muhammad saw.
menjelaskan bahwa orang itu adalah penghuni langit.
Nabi menceritakan kepada
para sahabatnya, “Kalau kalian ingin
berjumpa dengan dia, perhatikanlah ia mempunyai tanda putih di tengah talapak
tangannya.” Nabi menyarankan, “Apabila
kalian bertemu dengan dia, mintalah doa dan istighfar darinya, dia adalah
penghuni langit, bukan orang bumi.”
Khalifah Umar ra. dan Ali ra. Bertemu Uwais Al-Qarni
Waktu terus berganti. Suatu
ketika, Khalifah Umar teringat akan sabda Nabi saw. tentang Uwais Al-Qarni,
sang penghuni langit. Sejak saat itu setiap ada khalifah yang datang dari
Yaman, Khalifah Umar ra. dan Ali ra. selalu menanyakan tentang perihal Uwais Al
Qarni.
Suatu hari rombongan
kafilah itu pun tiba di Kota Madinah. Melihat ada rombongan kafilah yang baru
datang dari Yaman, segera Khalifah Umar ra. dan Ali ra. mendatangi mereka dan
bertanya apakah Uwais Al-Qarni turut bersama mereka. Rombongan kafilah itu
mengatakan bahwa Uwais Al-Qarni ada bersama mereka, kebetulan dia sedang
menjaga unta-unta mereka di perbatasan kota.
Mendengar jawaban itu,
Khalifah Umar ra. dan Ali ra. segera pergi menjumpai Uwais Al-Qarni.
Sesampainya di perkemahan tempat Uwais berada, Khalifah Umar ra. dan Ali ra.
memberi salam. Tapi rupanya Uwais sedang Shalat. Setelah mengakhiri Shalat-nya
dengan salam, Uwais menjawab salam Khalifah Umar ra. dan Ali ra. sambil
mendekati kedua sahabat Rasulullah saw. tersebut dan mengulurkan tangannya
untuk bersalaman.
Sewaktu berjabatan,
Khalifah Umar ra. dengan segera membalikkan tangan Uwais, untuk melihat
tanda putih yang berada di telapak tangan Uwais, seperti yang pernah
dikatakan oleh Nabi saw. Memang benar! Tampaklah tanda putih di telapak tangan
Uwais Al-Qarni. Wajah Uwais Al-Qarni tampak bercahaya. Memang benar seperti
sabda Nabi saw. bahwa dia itu adalah penghuni langit. Khalifah Umar ra. dan Ali
ra. menanyakan namanya, dan dijawab, “Abdullah.” Mendengar jawaban itu, mereka
tertawa dan mengatakan, “Kami juga Abdullah, yakni hamba Allah. Tapi siapakah
namamu yang sebenarnya?” Uwais kemudian berkata, “Nama saya Uwais Al-Qarni”.
Akhirnya, Khalifah Umar dan
Ali ra. memohon agar Uwais membacakan doa dan istighfar untuk mereka. Uwais
merasa enggan dan dia berkata kepada Khalifah, “Sayalah yang harusnya meminta doa pada kalian.” Mendengar
perkataan Uwais, Khalifah berkata, “Kami
datang ke sini untuk mohon doa dan istighfar dari Anda.”
Akhirnya Uwais Al-Qarni berdoa dan membacakan istighfar.
Setelah itu, Khalifah Umar
ra. menyumbangkan uang negara dari Baitul Mal kepada Uwais untuk jaminan
hidupnya. Namun Uwais menolak dengan berkata, “Hamba mohon supaya hari ini saja hamba diketahui orang. Untuk
hari-hari selanjutnya, biarlah hamba yang fakir ini tidak diketahui orang
lagi.”
Wafatnya Uwais
Al-Qarni Beberapa tahun kemudian, Uwais Al-Qarni meninggal dunia.
Anehnya, pada saat akan dimandikan, tiba-tiba sudah banyak orang yang berebut
untuk memandikan. Saat mau dikafani, di sana pun sudah banyak orang-orang yang
menunggu untuk mengafaninya. Saat mau dikubur, sudah banyak orang yang siap
menggali kuburannya. Ketika usungan dibawa menuju ke pekuburan, luar biasa
banyaknya orang yang berebutan untuk mengusung jenazahnya.
Penduduk Kota Yaman
tercengang. Mereka saling bertanya-tanya, “Siapakah
sebenarnya Uwais Al-Qarni itu? Bukankah Uwais yang kita kenal hanyalah seorang
fakir, yang tak memiliki apa-apa, yang kerjanya sehari-hari pekerjannya hanya
sebagai penggembala domba dan unta? Tapi, ketika hari wafatmu, engkau
menggemparkan penduduk Yaman dengan hadirnya manusia-manusia asing yang tidak
pernah kami kenal. Mereka datang dalam jumlah sedemikian banyaknya. Agaknya
mereka adalah para malaikat yang diturunkan ke bumi oleh Allah Swt., hanya
untuk mengurus jenazah dan pemakamanmu.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar